“Nak, ini kenapa nilai matematika kok jelek? Mulai sekarang kegiatannya dikurangi. Tidak usah ikut eksul lagi. Fokus les matematika. Masa pelajaran yang tidak penting seperti olahraga malah dapat bagus. Bagaimana bisa pinter kalau seperti ini terus? Itu temanmu saja nilai matematikanya tinggi, kamu contoh dia dong, belajar dari dia. Jangan malu- maluin orangtua.”
Apa Anda masih berfikir, berkata, dan memfonis anak seperti itu, Ayah Ibu?

Pelajaran di sekolah tidak hanya matematika, tapi kenapa selalu pelajaran hitungan?
Mengapa tolok ukur kepintaran anak selalu pelajaran menghitung? Mengapa tidak bangga anak jika pelajaran yang lain yang bagus?

Ayah Ibu, 
Tuhan menciptakan anak dengan banyak kecerdasan tidak hanya hitungan dan tidak semua anak memiliki kecerdasan dalam hitungan namun memiliki kecerdasan lain. Dengan selalu menganggap jika  anak pintar jika nilai hitungannya tinggi, hal tersebut adalah bentuk ketidak-adilan kepada anak itu sendiri. Hasil yang baik masih menjadi harapan orangtua padahal belum tentu orangtua memahami prosesnya. Namun orang tua menanamkan pada anak jika mereka menginginkan hasil yang bagus. Jika nilai bagus maka akan dipuji, jika jelek akan dimarahi.

Siapa yang mau dimarahi? Secara tidak langsung orangtua menuntut anak untuk mendapatkan hasil bagus tapi tidak memperhatikan bagaimana proses yang benar. Anak pun akan merespon itu dengan tindakan misalnya mereka belajar lebih giat. Itu akan bekerja efektif pada anak yang memiliki jenis kecerdasan yang sesuai dengan apa yang orangtua harapkan. Bagaimana dengan anak- anak yang tidak memiliki jenis kecerdasan yang sesuai orangtua harapkan? Alhasil mereka akan curang, misalnya mencontek. Yang ada di fikiran mereka adalah “ Yang penting nilai saya bagus, Jadi Ayah Ibu tidak marah.”


Kenapa harus malu jika anak tidak maksimal dalam hitungan, Ayah Ibu? Padahal mereka memiliki kecerdasan lain yang lebih menonjol dan bisa dikembangkan. Tuhan menciptakan setiap anak dengan keunikannya, dan tugas kita untuk memahami dan mendampingi mereka.



Tidak jarang, banyak kita menemui orang tua yang sering membentak anak. Tanpa disadari, bentakan atau suara dengan nada tinggi tersebut berpengaruh pada pertumbuhan dan mental serta kepribadian anak. Bentakan bisa timbul karena orang tua yang lepas kontrol karena tingkah anak, namun ada pula yang merupakan sifat orang tua tersebut. Apapun background dibalik bentakan tersebut, hasilnya tetap sama, yaitu pengaruh negatif terhadap perkembangan mental dan psikologi anak.

Jika dipikir dengan lebih bijak, membentak tidak membawa hal positif sama sekali walaupun dengan dibentak akhirnya anak akan menuruti apa kata orang tua, tapi ingat bahwa itu adalah respon saat itu. Namun apa dampak jangka panjangnya? Pernahkah orang tua memikirkan itu sebelumnya? Yang ada sekarang adalah banyak orang tua yang mengeluh anak mereka tumbuh menjadi pribadi yang tidak diinginkan. Padahal itu adalah karena tindakan salah yang kerap orang tua lakukan demi mendapatkan kepatuhan anak.

Faktanya yang ada saat ini, banyak dari orang tua yang hanya bisa memarahi anak, tetapi jarang memberikan apresiasi dan reward pada anak. Orang tua hanya melihat dan fokus pada kesalahan anak, namun melupakan kebaikan anak. Banyak dari orang tua yang jarang melakukan pencegahan, pengarahan, dan membimbing anaknya sebelum kesalahan terjadi, tetapi justru malah memarahi anak setelah ada kejadian yang dianggap buruk.

Seharusnya orang tua mempertimbangkan tingkat perkembangan mental anak, sebelum membuat aturan ataupun bertindak. Mental dan psikis anak-anak berbeda dengan orang dewasa. Orang tua hendaknya menyadari bahwa dunia anak jauh berbeda dengan orang dewasa. Jadi, ketika menetapkan apakah perilaku anak dinilai salah atau benar, patuh atau melanggar, jangan pernah menggunakan tolok ukur orang dewasa. Sikap orang tua seakan-akan seperti polisi yang menghadapi penjahat. Sebaliknya, orang tua sering lupa untuk memberikan perhatian dan penghargaan positif ketika anak melakukan pekerjaan mereka dengan benar.



Apa saja dampak bentakan terhadap anak ??


Kurang Percaya Diri / Minder

Bentakan yang didapatkan anak, secara tidak langsung akan membuat anak tersebut menjadi pribadi yang tidak percaya diri dan minder karena anak tersebut kerapnya menerima teguran berupa bentakan. Dalam mental anak, hal yang tertanam adalah diri yang mempertanyakan dirinya sendiri. Apakah yang dia lakukan sudah benar atau belum? Ada ketakutan-ketakutan jika melakukan perbuatan, takut jika salah, takut jika dimarahi, tidak berani mengambil keputusan, bahkan tidak yakin terhadap dirinya sendiri.


Tidak peduli & Cuek

Terlalu lelah mendapat bentakan dari orang tau bisa membuat anak menjadi apatis, tidak peduli, cuek. Nilai negatif sudah tertanam dalam mental anak tersebut. Bosan  dan lelah atas perlakuan tersebut, akhirnya anak memilih jalan aman dengan mendengarkan setiap nasehat ataupun bentakan orang tua, namun tidak dipahami. Ibaratnya tidak peduli karena yang didengarkan cuma numpang lewat di telinga.


Tertutup / Introvert

Orang tua harusnya memberikan rasa nyaman kepada anak sehingga anak bisa menjadikan orang tua sebagai tempat curahan perasaan mereka ketika mereka membutuhkan. Bukan malah menjadi sosok yang ditakuti. Ketika anak merasa takut pada orang tua, jangankan untuk sharing pada mereka, untuk menatap mereka saja, anak takut. Akhirnya anak memilih untuk diam dan menyimpan setiap masalah maupun kejadian yang dia alami dari orang tua mereka. Takut disalahkan, takut takut orang tua tidak faham, takut takut dan takut. Ketika anak hanya menyimpan masalahnya sendiri, hal tersebut sangat tidak baik untuk kondisi mental anak tersebut. Tidak semua anak bisa menampung masalahnya sendiri, apalagi anak-anak yang masih membutuhkan semangat dan perhatian orang tua.


Suka Menentang

Jika sebelumnya ketika menerima tekanan, anak memilih diam. Maka ini anak memilih untuk melawan. Ketika dibentak, maka anak akan bertindak lebih menjengkelkan lagi, yang bisa membuat orang tau lebih marah. Ada rasa sebel dalam diri anak pada orang tua yang diungkapkan dengan perlawanan mereka dengan tidak mematuhi orang tuanya bahkan dengan membalas kata- kata orang tua dengan kata- kata kasar.
Namun ada anak yang tidak senekad itu. Ada anak yang lebih memilih bertindak semaunya sendiri. Dimarahi dan dibentak seperti apa sudah tidak mempan pada anak ini karena sudah kebal dengan bentakan yang selama ini anak terima.


Suka membentak dan Pemarah

Apa yang dilakukan orang tua akan ditiru oleh anak. Jika orang tua sering marah maka anak juga akan menjadi anak yang pemarah. Jika orang tua sering membentak maka anak juga akan menjadi anak yang suka membentak.



Berdasarkan Total Nerve Growth Factor (TNGF), dari pola sidik jari dan telapak tangan dapat dilakukan penghitungan mulai jumlah alur, pola sidik jari, hingga sudut pola segitiga telapak tangan (ATD) yang menggambarkan kemampuan belajar sel dan belahan otak.

Berdasarkan TNGF ini jugalah dapat dirumuskan dominasi kemampuan otak kiri dan kanan. Menurut teori, telapak tangan kiri menggambarkan kemampuan otak belahan kanan. Begitu pula sebaliknya, telapak tangan kanan menggambarkan kemampuan otak belahan kiri.


Seberapa banyak nilai yang didapat dari penghitungan sudut pola segitiga telapak tangan akan menggambarkan dominasi belahan otak mana yang lebih banyak berperan dalam diri seseorang. 

Dengan ditemukannya dominasi belahan otak kanan-kiri ini, lalu dihitung potensi yang lebih menonjol berdasarkan sidik jari. Sehingga ditemukan bakat yang lebih dominan. Dan analisa yang dibuat akan lebih spesifik pada bakat tertentu yang dimiliki.


Sains Dermatoglyphics adalah ilmu yang mempelajari pola-pola sidik jari. Disiplin ilmu ini telah berkembang lebih dari ratusan tahun. Para ahli tertarik dengan sidik jari karena memiliki karakterisktik yang khusus, yakni :

Pola sidik jari bersifat unik, tidak ada seseorang yang memiliki pola sidik jari yang sama dengan orang lain. Kemungkinan sama, perbandingannya adalah 1:64.000.000.000.

Sidik Jari bersifat permanen seumur hidup, tidak pernah berubah. Pola sidik jari sudah ada semenjak lahir sampai meninggal tanpa mengalami perubahan.
Struktur sidik jari, mudah untuk diklasifikasikan dan diukur. Pola sidik jari dapat terlihat jelas dengan kasat mata, melalui perkembangan teknologi, Pola sidik jari dapat dengan mudah disimpan dalam database.
Dalam perkembangan riset, penelitian yang dilakukan oleh para ilmuwan dermatoglyphics, dipelajari masalah seputar pembentukan pola sidik jari yang ternyata sudah muncul dalam janin usia kandungan 13 minggu sampai dengan 19 minggu.

Pembentukan pola sidik jari ini sangat berkaitan dengan perkembangan otak. Riset yang dilakukan seputar pengklasifikasian pola sidik jari dari sudut pandang antropologi, penelitian medis seputar hubungan pola sidik jari tertentu dengan indikasi kelainan mental dan kesehatan, dan riset statistik kalangan psikolog seputar hubungan pola sidik jari dengan kondisi mental dan kecerdasan, memberikan kontribusi atas lahirnya fingerprint analysis biometric system ini.

Seiring dengan perkembangan teknologi informasi biometrik, pembuatan aplikasi dan penggunaan teknologi semakin memberikan harapan yang lebih besar atas perkembangan sistem fingerprint analysis menjadi lebih akurat.



Sidik Jari Si Penguak Bakat

Sidik jari ternyata tak hanya berguna untuk mengidentifikasi seseorang, tetapi juga bisa untuk mengetahui bakat terpendam.

Kelebihan yang dimiliki seseorang pada suatu bidang, atau disebut bakat, memang tak mudah untuk ditemukan. Menurut Dr. Reni Akbar Hawadi, Psi., kepala Pusat Keterbakatan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, untuk menjadi orang berbakat tak hanya sekadar mewarisi bakat secara herediter dari garis keturunan. Namun, untuk menjadikan bakat tadi teraktualisasi, perlu adanya intervensi lingkungan atau pengasahan atas kapasitas bakat tadi. Nah, jika belum tahu bakat apa yang terpendam dalam diri anak, bagaimana bisa mengasah bakatnya agar menjadi kemampuan khusus?

Untuk itu, orangtua perlu menstimulasi dan mengetesnya untuk mengetahui potensi bakat anak. Antara lain dengan memaksimalkan seluruh modalitas sang anak, misalnya dari pendengaran, penglihatan, pengecapan, perabaan, dan sebagainya sejak anak berusia 6 bulan. Bila perlu, lakukan penelusuran bakat anak dengan metoda tes dan non tes (wawancara dan observasi). Salah satu yang ditawarkan dari metoda penelusuran bakat dengan tes adalah dengan fingerprint. Metode penelusuran bakat ini memanfaatkan pola sidik jari yang dicetak melalui sensor sidik jari.


Metode ini tak hanya membantu anak-anak menemukan bakatnya, namun juga membantu mengarahkan anak berkebutuhan khusus untuk mengasah kemampuan khusus dalam dirinya.



Saat ini banyak orangtua menganggap bahwa pemasukan keluarga mesti berasal dari dua sumber, yakni penghasilan suami dan istri. Memang tidak bisa dipungkiri jika zaman semakin susah dan setiap orang menginginkan kehidupan yang layak. Hasilnya banyak orang tua yang saling sibuk bekerja demi memenuhi kebutuhan rumah tangga. Berangkat pagi dan pulang malam.

Pernahkan terbayang jika rutinitas tersebut mengikis waktu kebersamaan bersama keluarga terutama anak? Pernahkan terfikir jika waktu tumbuh kembang anak itu tidak bisa diulang? Dan taukah kita jika  apa yang anak dapatkan di masa kecilnya akan dia bawa sampai remaja bahkan dewasa. Semua itu karena kurangnya waktu antara orang tua dan anak. Padahal mungkin yang diperlukan anak adalah perhatian orang tua mereka, waktu bersama orang tua mereka, dan kesempatan untuk bertemu dengan orang tua mereka.

Para orang tua harus waspada dengan ritual harian yang demikian, sebab jarangnya komunikasi dengan anak, terutama yang berusia balita, bisa menyebabkan dampak buruk pada tahapan tumbuh kembang anak.

Ketika kita sebagai orang tua tidak mampu menghabiskan waktu kebersamaan bersama anak, tentu ada perasaan bersalah dalam diri kita. Rasanya ingin segera pulang, namun karena pilihan kita untuk bekerja jadi  ada banyak hal yang jadi kendala, seperti  banyak pekerjaan yang harus diselesaikan, jalanan waktu pulang macet, dan masih banyak hal lain.

Perlahan-lahan rutinitas tersebut akan mengambil waktu kita dengan anak dan lama kelamaan akan menjauhkan kita dari anak dan keluarga. Dengan kondisi orangtua yang tidak memiliki waktu dengan anak, mereka akan berusaha mengganti waktu tersebut dengan materi. Misalnya memberi hadiah & memanjakan anak dengan membelikan barang. Namun dengan itu apa yang akan anak tanamkan difikiran mereka? “ Kasih sayang orang tua adalah materi yang diberikan pada mereka.”

Lalu bagaimana memaksimalkan waktu orangtua bersama anak?

  • Tambah waktu bersama dan tingkatkan kualitas kebersamaan.
Sesibuk- sibuknya orangtua, luangkan waktu paling tidak 2-3 jam sehari untuk beraktivitas dengan anak. Ajak mereka ngobrol, sharing, bermain, dan kegiatan lain yang bisa membangun kebersamaan. Bukan hanya menonton TV yang istilahnya tidak membangun kebersamaan. Walau bersama- sama menonton namun masing- masing  fokus pada acara bukan pada aktivitas bersama.

  • Simpan weekend untuk keluarga.
Ketika weekend, fokuskan waktu untuk keluarga. Bedakan urusan kantor dengan keluarga. Urusan kantor dikerjakan di kantor, waktu di rumah adalah untuk keluarga.
  • Jadwalkan waktu yang menyenangkan.
Ketika ada waktu bersama keluarga, ciptakan kegiatan yang menyenangkan, spesial, dan berkualitas.

  • Sering- sering menyentuh, menanyakan kabar, mencium dan memeluk anak tiap harinya.
Mengungkapkan kasih sayang tiap orang memang berbeda- beda. Namun dengan sentuhan dan perhatian akan membuat anak merasa disayangi dan diperhatikan. Kehangatan pelukan dan ciuman orangtua akan membuat anak merasa terlindungi dan merasakan kasih sayang orangtua mereka.